Senin, 22 Maret 2010

Ini Tanah Milik Kami


Lalu,
kalian duduk pada batu negeri kami, dalam keseragaman yang mempesona, berpendar bintang kepahlawanan dari tempatmu berasal.

Lalu,
cakrawala berduri bagi bumi yang terpijak gelayuti ruang kosongku. Matademimata menghunjam lekas dan kuat, caricari air dalam mata kami yang puas kau teguk setiap waktu penuhi hausmu segera.

Mengapa hanya ada satu rentetan teriakan yang kau torehkan bersama desingan peluru gila, “ Serang. Serbu. Bunuh. Hajar sampai mati!” dan kau tentukan kematian dalam genggaman tanganmu yang berjari doa?
Kau gesek segala nyawa yang tak selalu musuh. Dan. Sungguhkah musuh adalah musuh, jika dari dirinya terbayang wajah ketakutan yang guratan apinya persis seperti punyamu.

Tapi tenagamu masih juga kau uji tuk akrabi tanah yang meronta kau peluk. Sesungguhnya kau tahu, bahwa kekuasaanmu hanyalah demi lariklarik puisi pucat bertabur kemilau intan berminyak, yang kau ungkap dalam lariklarik puisi doa dan kehidupan.

Oh, tanah negeri kami.
Lihatlah, ia selalu berlarian memburu dada kami yang mulai hangus oleh kuatnya cinta. Dalam kebersamaan, kami saling berpelukan, bercengkerama dalam candanya yang hijau, dan segala wajah kami menjadi cokelat keemasan ditimpa akar kerinduan.

Biarkan kuikat raga dalam timbunan tangisnya yang mengikat petir.
Ini tanah memang milik kami.


2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar