Tentu lebih sedikit
anak anak menangis di lampu merah
dicubit ibu dalam gendongan
agar tiap air mata
berubah jadi harta.
Tentu lebih sedikit
gadis menangis di laju motor
bawa sesak dari rumah
sumpek oleh serapah
mampir di banyak pagi
yang kotor.
Tentu lebih sedikit
ibu menangis di halaman rumah sakit
atau di ruang tunggu penjara
tempat ratapan jadi nyanyian
setiap hari sehari hari
bangkai lagu dicipta.
Tentu lebih sedikit
keluarga menangis tunggu kiriman
dari negeri tetangga
uang ibu, peluh kelu ibu, luka luka ibu, jenasah ibu
kehamilan ibu
nasib yang terbuang.
Tentu lebih sedikit
perempuan menangis membuka baju
meneriakkan kecurangan
penguasa sesat
penutup penghidupan
juga kehidupan.
Andai kekuasaan tersungkur menuju hati.
Andai ketamakan tak meledak seperti jumlah penduduk negeri.
Andai lebih sedikit penduduk partai suka berada di pesta pesta
atau di pentas pentas bintang yang menjauhkannya dari derita rakyat.
Berada di negeri ini. Ah.
Andai hidup bisa lebih mudah.
130511
Tampilkan postingan dengan label Dinamika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dinamika. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 18 Juni 2011
Kamis, 20 Januari 2011
Janjian Di Mal
Janjian dengan kawan masa lalu
di mal yang asing
hanya membawa uang tuk beli susu
suarasuara separuh harga begitu bising
ingin kuajak diri egois
menukar jatah susu dengan sebuah penampilan.
Bukankah itu penting agar hidup bergairah?
Teringat seorang pakar menuliskannya di buku laris.
Di toko buku dan lagu
hasrat ingin jadikannya koleksi
di toko kacamata
hasrat ingin jadikan ku aksi
di toko baju
hasrat ingin jadikan ku seksi
di toko perhiasan
hasrat ingin jadikan gengsi bisa atraksi
dan
di toko mainan anak,
segala hasrat memerihkan afeksi.
Aku terdampar asa
di toko kelontong raksasa
imajinasi nelangsa
lakukan transaksi
tanpa seleksi
tanpa seleksi.
tapi hanya ada uang, jatah susu anakku
Berjam jam aku menunggu,
tapi ia tak juga muncul
“Tunggu sebentar”, kata telpon genggam
berkalikali,”Tanggung.”
Aku kelaparan dan sendirian.
Sampai ia datang
diskusi soal hadiah demi tradisi, dan
akhirnya padaku, ia berniat pinjam uang.
Saat itu.
Kudapati uang jatah susu anakku melotot
pada tas tas belanja yang penuh dengan toko.
semarang,28Des10
Selasa, 23 Maret 2010
Senin, 22 Maret 2010
Koreng Seorang Bawahan
Pada kalbu yang lelah mencari nyala untuk mengikat lesu,
seorang di bangku atas mulai mencabik lukamu pagipagi,
esok giliran kawanmu yang kuyu. Siap berbaris.
Suaranya riuh menyumpal telinga yang mulai bernanah
hampir di setiap dentuman dua per tiga harimu. Tak jarang dari kerongkongannya
menyembur keluar segala sampah berbau busuk siap dikerubungi lalat hijau kemayu.
Kau benci pada baunya yang setiap saat suntiksuntik bawah sadarmu yang mulai memuncak. Tak sanggup terkunyah dalam keringat hambar tak berbuih.
Ada saatnya. Kawankawanan mabuk saling memuntahkan segala kotoran dalam parit kemelaratan yang tersimpan membusuk, jatuh dalam pelukan ketakberdayaan, lalu digiling lagi jadi makanan sebagai santap makan malam di pesta penuh luka.
Ada kalanya. Sisanya kau bawa pulang dan kau bagi bersama anak dan istri bermata sayu. Bawa berlembar kertas pengharapan yang lusuh lembab oleh dinginnya kabut malam yang titik airnya telah ditujukan bagimu.
Oh, tidak.
Tak mampu kau lawan itu, karna lidahnya akan segera menjulurkan api pemecatan bagi siapapun yang berani berpaling. Berkalikali lagi, kau terseret dalam arusnya. Dalam kepalan tangannya, hatimu mendesah kelu,
“Ah, nasibku, terpaksa aku titipkan…”
2004
Minggu, 21 Februari 2010
Malam Anugerah Seni
Eni Kembang Kol, berdiri di atas panggung megah
piala penghargaan ada di tangan
dari sebuah anugerah seni bergengsi
sebagai pendatang baru terbaik.
Setelah berterimakasih pada seisi alam semesta,
berikut Penciptanya,
Eni berkata
“Tadinya saya pandang miring kehidupan gemerlap,
berpenampilan wah, hidup serba mewah.
Ternyata memang pantas,
sudah bekerja begitu keras
demi meraih segala.
Untuk itu saya kagum pada anda semua.”
Para tamu undangan
yang sebagian besar selebritis
bertepuk tangan membahana.
Bangga.
Eni melanjutkan kata katanya,
“Saya lebih kagum lagi,
pada mereka diluar sana,
yang setia dan tulus bekerja begitu keras
melebihi apa yang kita lakukan,
namun masih saja miskin dan kekurangan.
Untuk itu,
kepada merekalah
penghargaan ini saya persembahkan.”
Hampir saja senyap,
bila tak ada kode tepuk tangan
dari panitia penyelenggara.
Semarang,peb'10
Senin, 18 Januari 2010
Kepada Para Penumpang
selamat menyambut hari kusampaikan
pada garis bibir yang tak selalu melengkung sempurna
pada dentum hari yang tak setia berirama
pada binar mata yang tak semua bercahaya
maafkan aku,
atas deru roda yang tak bisa bergulir lembut
atas pencarian diri yang tak pernah usai
harus kukejar meski tak pernah berlari
ijinkan aku mengutip mimpimu, biar
nasib baik jadi punyaku
nikmati sejenak rasa harap membuncah, yah
lalu ikut tertawa meski hati kecut
Jan10,Rebo
Rabu, 13 Januari 2010
Diskusi
sembari tunggu butir kopi luruh
menuju ke dasar kaca yang keruh
kita bercengkerama hingga larut
tentang wajah wajah kusut
tentang kehidupan carut marut
tentang membuka tali kasut
dan surga yang mengerucut
berikut
ada mimpi yang makin runcing kita serut
hei, siapa hendak ikut?
Jan10
Langganan:
Postingan (Atom)