Rabu, 24 Februari 2010

Kepada Tuhan


Apakah Kau

Lelaki pendamba kasur
yang berderit di
setiap hendak,

Han?


Semarang,Peb'10

Minggu, 21 Februari 2010

Bekal dari Ibu


mari nak, kemari
biarkan kau ibu ajari
cara berpura pura mati
bila tiba masanya nanti

serdadu Tuhan datang menghentak
menyisiri bangkai bangkai kelu
kau, diamlah dibalik bangkai ibu
kita kelabui naluri tajam mereka

tak lupa ibu kan ajari
hidup sendiri menjadi diri

meski mungkin

tiada semesta
tanpa Pencipta


Semarang,peb'10

Malam Anugerah Seni


Eni Kembang Kol, berdiri di atas panggung megah
piala penghargaan ada di tangan
dari sebuah anugerah seni bergengsi
sebagai pendatang baru terbaik.

Setelah berterimakasih pada seisi alam semesta,
berikut Penciptanya,
Eni berkata

“Tadinya saya pandang miring kehidupan gemerlap,
berpenampilan wah, hidup serba mewah.
Ternyata memang pantas,
sudah bekerja begitu keras
demi meraih segala.
Untuk itu saya kagum pada anda semua.”

Para tamu undangan
yang sebagian besar selebritis
bertepuk tangan membahana.
Bangga.

Eni melanjutkan kata katanya,

“Saya lebih kagum lagi,
pada mereka diluar sana,
yang setia dan tulus bekerja begitu keras
melebihi apa yang kita lakukan,
namun masih saja miskin dan kekurangan.
Untuk itu,
kepada merekalah
penghargaan ini saya persembahkan.”

Hampir saja senyap,
bila tak ada kode tepuk tangan
dari panitia penyelenggara.


Semarang,peb'10

Senin, 15 Februari 2010

Bukan Perempuan dalam Pasungan


kubawa diri
berada di siku sepi
sunyi ini kawan bicara
dalam hening kudengar aku

aku berjalan ke segala penjuru
kaki ini mata angin
tubuh dicumbu debu campur bau
rambut kesulitan terurai (jadi kusut)

tak ada aku di mal nan megah
tempat wangi palsu ditabur
pada kumuh sudut pasar aku
kais makanan melimpah jadi sampah

kulepas bungkus tubuh seluruh
menari suka suka ke segala arah
la la la la la la la
auratku utuh jadi tontonan
aku berbahagia atasnya

orang orang munafik lagi aneh
belingsatan akan kebebasanku
pada terang, badanku ditutup tutupi
pada gelap, tubuhku dibuka buka

aku dipaksa paksa kembali ke asal
rumah dimana aku dilahirkan
ah. barangkali mereka gila

inilah asal adaku
bukan rahim ibu


Semarang,peb'10

Jumat, 12 Februari 2010

Tentang Kau



rindu mencabik jiwa
kala muram tembakau
yang kau kulum
makin tak keruan bentuk rupanya

"aku hanya berharap, waktu
mengusung gelisah jadi lusuh,"
bisikmu sayup

ada angan
tak kesampaian
menjebak ingatan
terpasung di kesepian

hasrati peluk yang tercinta
menjelma urat di lehermu
sambil sendirian nikmati pilu
kau pergi berlalu

aku takut gelisah itu benar benar lusuh

tembakau
tak pernah terbakar
rinduku
makin mengakar


Semarang,Peb10

Lestari


bila air
sedemikian keras
ciptakan bunyi ricik
bagi telinga kita

baiknya kita
pun berkeras
ciptakan orkestra
demi telinga semesta


Semarang, Peb10

Senin, 08 Februari 2010

Puisi Patah


biar retak
lalu tersentak
biar berserak
tanpa berkerak

hancurkan saja
cinta

yang buatku tergelitik
biarkan diri ciumi sesak
ke arahmu kubergerak
pada(hal) kau yang bukan milik


peb10,semarang

Rabu, 03 Februari 2010

Air Mata Kita

*

Air mata yang terbit di mata kita,
nyatanya tak lahir dari jiwa damai bahagia.

Pada negeri yang terlanjur lapuk oleh kemelaratan,
ia menangis.

Pada negeri yang lelah oleh kebohongan
ia meradang.

Pada negeri yang keadilannya sempoyongan
ia membeku.

Pada negeri yang panas oleh terik jiwa
ia mendidih.

Mana air matamu, wahai.
Mari kita kumpulkan, dalam kantong luka
duka
murka.

Sejatinya, tangis kita untuk mana?

Untuk
yang kehilangan air mata
kerakyatannya.


Peb10.Semarang

Selepas Pergi


ranting patah

sayap patah

hati patah?

entah


2Peb10.semarang