Tampilkan postingan dengan label Pemenang Dunia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemenang Dunia. Tampilkan semua postingan

Rabu, 19 Mei 2010

Ambigu


kalian datang sarat hasrat
bawa cinta yang sempurna
untukku yang pernah dungu
tuju surga yang ungu

mama, jangan lagi angani bunuh diri
yang jiwanya ingini setia ciumi kami


rambutku sudah diurai
darah tlah dikeluarkan dari luka
di bangsal ini aku bercerai
dari putus asa dari kering jiwa

pasien kesekian kasus kering peluk
dinyatakan sembuh karna kalut terbalut


kutatap suami yang seperti ngerti
pernah di kegelapan kudekap kau
dimana gerangan lelakiku
lalu air matamu ngalir

istriku, tak kubiarkan sesakmu berulang
biar binar bahagia tak lagi berpulang


mengapa kalian awetkan cinta
padaku yang begini rapuh
dimana sebenar benar bahagia
yang sejuknya buatku mengaduh

mari lekas menuju rumah
sebab kesanalah
masih mungkin kutemu
serpihan lelakiku



2010

Senin, 15 Februari 2010

Bukan Perempuan dalam Pasungan


kubawa diri
berada di siku sepi
sunyi ini kawan bicara
dalam hening kudengar aku

aku berjalan ke segala penjuru
kaki ini mata angin
tubuh dicumbu debu campur bau
rambut kesulitan terurai (jadi kusut)

tak ada aku di mal nan megah
tempat wangi palsu ditabur
pada kumuh sudut pasar aku
kais makanan melimpah jadi sampah

kulepas bungkus tubuh seluruh
menari suka suka ke segala arah
la la la la la la la
auratku utuh jadi tontonan
aku berbahagia atasnya

orang orang munafik lagi aneh
belingsatan akan kebebasanku
pada terang, badanku ditutup tutupi
pada gelap, tubuhku dibuka buka

aku dipaksa paksa kembali ke asal
rumah dimana aku dilahirkan
ah. barangkali mereka gila

inilah asal adaku
bukan rahim ibu


Semarang,peb'10

Rabu, 26 Agustus 2009

Pemenang Dunia

(…untuk seorang manusia di pinggir jalan Jatingaleh
dan mereka menyebutnya ‘orang gila’ )


duduk gembira pada sepiring dunia
bercanda tawa pada segala alam berasap
kerikil tajam penusuk surganya, memuai dalam keakraban
jadi sobat rekat bercengkerama dengan luka

aku iri pada damainya
karna nestapa pada pundakku, menyisakan luka bernanah
lelah kugaruk jalan panjang, tetap tak kutemukan
sepotong tawa dalam cawanku
seperti miliknya

aku cemburu karna riangnya menyayat tajam kicauku
kuikuti zaman dalam petang tubuh dekil, sambil kujilati aroma mimpi jingganya
berjalan tanpa beban ke ujung atmosfir bumi, ia tak peduli apapun menjauhi
hanya pancaran wajah tulus menyapa segala yang ia jumpa

dalam ribuan detik: telanjang tiada ia kedinginan,
sendiri tiada ia kesepian,
disakiti tiada ia terluka,
ia rangkul segala dingin, sepi, dan luka
dalam hangatnya secangkir bahagia yang ia racik

oh, inikah letak jarum keadilan
saat dunia direnggut darinya tak bersisa
Tuhan masih memberinya sepiring
mampu cairkan segala rantai yang telah jadi belenggu,
merdeka lepas dalam samudera baru
hingga ke waktu tak berujung



Semarang –2004

Terima Aku dalam Rumah Jiwamu


bawa aku masuk rumahmu
yang katanya gubuk orang sakit jiwa
tapi dimana letak dukanya
karna yang kutemui hanya kedamaian melulu

aku tak mau di luar sini
semua orang dinamai waras berotak lurus
tapi aku dalam kedinginan yang menggerus
sendiri berkalung takut yang menari
ikatan darah tak lagi kental dan kentara
kilatan libido mengepul sempurna kuasai mata menghitam
perkosa segala nafas kecil kemerdekaan yang murka
kematian terlalu sering melolong kelam
bungkam ribuan nyawa adalah pengabdian
otak berbau mesiu adalah mulia demi keadilan
berselimut cermin wajah Tuhan Sang Pemberi Hukuman
cambuk dan neraka digariskan bagi para penentang

lekas. Terima aku!dalam ruang pelangimu
dimana teriakan jadi tanda kebebasan
dan tangisan adalah tanda kebahagiaan
sebab wajah Tuhan indah tak tersapu
hadiah dan surga disediakan bagi siapapun



Semarang – 2004