Rabu, 20 Januari 2010

Di Malam Tanpa Bintang, Ibu Menangis Tersedu


Bila kuingat betapa aku menyintai lelaki yang membawaku ke masa depan, kuharap seorang anak kan lahir darinya, biar lengkap hidup ini.

Bila kuingat saat benih dari yang kucinta tumbuh di rahimku, hatiku melonjak gembira, keajaiban boleh kualami.

Bila kuingat doa doa jagai janin, kubiarkan rasa rasa aneh jadi keluh yang kusimpan, sambil kujalani senyum atas beban hidup yang tak mudah, karna kekuatan baru kupunyai.

Bila kuingat sembilan bulan lebih kutahan segala rasa ingin tahu, sakit masa persalinan yang memerah, berlalu jadi bahagia tak terkata, lahir tangis kuat bayi.

Bila kuingat betapa aku menyintai bayi mungil yang akan kubawa kepada masa depan, dari padanya sulur harapan lahir dari benakku, betapa lengkap hidup ini.

Dimalam tanpa bintang,
aku menangisi anakku yang hilang dalam peluk.
Dimalam tanpa bintang,
aku menangisi hari hari yang menggila tanpa titik temu.
Dimalam tanpa bintang,
aku menangis, terasa kabur wajah anakku.

Tak ada jejak di dalam angin,
tatap matahari penuh rahasia.
Semua berhenti pada malam tanpa bintang,
meski bertubi tubi pukuli diri.

Haruskah kusiapkan pedang,
tuk meghunus tubuh mereka yang tak mengerti
hati seorang ibu?
Atau
seikat bunga tuk siapkan kehadiran anakku yang entah.

Dimalam tanpa bintang, aku menangis tersedu.


20Jan10,Rebo

untuk para ibu yang anaknya telah diculik oleh hewan yang tak malu menyebut dirinya manusia.

Selasa, 19 Januari 2010

Serupa 'White Crime' Aroma Tubuhmu


serupa tawa. gigigeligi tanpa malu berhambur pamer diri
serupa hati. lidah jiwajiwa bertaut nyaring bercerita ramai
sebentuk kisah kau juga dia selusuri persahabatan
begitu erat menghangat lebihi jabat tangan

serupa tangis. ada rembes air diujung dahan padi
serupa resah. tidurtiduran gelisah mendesah separuh asa
kulihat aku. tunggui setiamu di titian hari
bawa pulang wewangi damai bagi rumah kita

ijinkan aku bermenung sendu
batas kawan berkawan ngertikah kau
berikut sulur siratan aturan itu
kala kau berdansa dengan kaumku
sedang seluruhmu mengikat padaku

adakah serupa sadar tanpa pudar, bisa
kuharap tinggal di ceruk hatimu yang paling sunyi
jejak yang kau tinggal itu pusat segala
kisah hidup anak beranak kita esok

jangan pernah beri aku putih
bila serupa hitam tak kentara


2009

sebuah tepuk di pundak sahabat

Senin, 18 Januari 2010

Kepada Para Penumpang


selamat menyambut hari kusampaikan
pada garis bibir yang tak selalu melengkung sempurna
pada dentum hari yang tak setia berirama
pada binar mata yang tak semua bercahaya

maafkan aku,
atas deru roda yang tak bisa bergulir lembut
atas pencarian diri yang tak pernah usai
harus kukejar meski tak pernah berlari

ijinkan aku mengutip mimpimu, biar
nasib baik jadi punyaku
nikmati sejenak rasa harap membuncah, yah
lalu ikut tertawa meski hati kecut


Jan10,Rebo

Tinggal Aku Sendiri


Petir kepung bumi tak berbaju. Anak anak dalam lindungan ibu. Bumi bersuka suka. Sebentar menggelinding. Tiba tiba jongkok. Lalu berdiri. Diam, teriak, sambil berlari. Tak terbaca. Tak teraba.

Aku masih ada, disini hidup.

Benda mati tertawa riang. Tak lagi terinjak malah sanggup menginjak. Injak tubuh tubuh kehidupan yang telah payah. Hawa kelewatan kecoh seluruh tulang. Sebentar terbakar, lalu dibuat beku. Sebentar kering, lalu dibuat basah. Tiba tiba.

Masih ada disini, aku hidup.

Lambung giling udara kosong. Tersebar kelaparan yang seragam. Manusia jadi hewan. Hewan jadi manusia. Tumbuhan sendirian, dan makin sendiri. Air. Air. Yang hidup berebut air. Epidemi dimana mana kemana mana. Terbang, hinggap. Hinggap, terbang.

Aku ada disini, masih hidup.

Bulan bintang lengah berjaga. Matahari bumi saling mendekap. Udara penuh warna dan bau. Bikin sesak dan siksa. Hijau bumi, ganti merah kehitaman. Mayat mayat tumbuh dari yang terpaksa mati. Jadi hiasan bumi, tanpa dikebumikan.

Masih disini aku, ada hidup.

Aku sendiri dan sakit. Kesepian tak sempat datang. Aku kelelahan, nikmati luka satu satu. Perih panjang tak selesai. Ada darah. Ada borok. Ada belatung. Tubuhku sulit terurai. Tiada daya, tapi tak juga mati.

Mengapa masih ada aku, tuk saksikan semua ini?

Mengapa masih disini aku, tuk saksikan ini semua?

Mengapa masih hidup aku, tuk saksikan semua ini?

Ampun, Tuhan.
Aku tak ingin hidup seribu tahun lagi.


Jan10,Minggu

Rabu, 13 Januari 2010

Dicari: Sebentuk Lupa


Gigih,
kuputuskan saja tuk mencari lupa
sebulat bulatnya seutuh utuhnya
lupa
lupa


semua orang menolak lupa
tiba tiba kebingungan
lalu jadi jengah berkepanjangan
dan
di ujung pagi terpenjara murka
karna terpeluk lupa

tapi aku,
malah harus kucari cari
lupa
atau kupaksa curi curi
lupa

sebentuk lupa ini,
yang kutolak juga kuingini
ku angan angani pula kutepis tepis

aku harus ciptakan lupa,
berusaha dilanda lupa,
lakukan sebentuk lupa,
sambil diam diam belajar mengeja

lu

pa

lalu tertatih
cintai lupa sejak ini
yang mulanya jadi benci
oh sedih.



Jan10

Diskusi


sembari tunggu butir kopi luruh

menuju ke dasar kaca yang keruh

kita bercengkerama hingga larut

tentang wajah wajah kusut

tentang kehidupan carut marut

tentang membuka tali kasut

dan surga yang mengerucut

berikut

ada mimpi yang makin runcing kita serut


hei, siapa hendak ikut?


Jan10

Tanya Untuk Ibu


Bu,
mengapa kau bunuhi aku
saat dunia sudah kau gelar dihadapan,
berikut sebait kisah yang baru mulai kumengerti
satu satu?

Apakah arti,
rerupa karut marut kehidupan,
yang sering kau katakan
lewat gelegar teriak dan tangis
yang kau bentang di setiap peluk?

Bukan sakit bukan darah atau rerintih perih, tapi
mengapa jiwa kau ambil jadi ganti, dari
kalut pikir yang buat hantu menari
lalu menepi jadi diri?

Apakah Ibu ngerti,
rerupa binar cerah kegembiraan,
yang buatku giat bermain
lewat gelegar teriak dan tawa
yang kurindu di setiap peluh?

Ruh ku mendewasa makin,
di kehidupan yang belum kau jamah, kala
segala tanya masih saja
tuntut jawab hadir bergilir.

Bu,
apakah kau sungguh Tuhan,
karna
kau yang beri kehidupan
maka
kau pula yang berhak

mengambilnya?


Jan10,senen


bagi anak anak yang telah mati dibunuh ibu kandungnya sendiri

Kembalikan Ibu


Aku menghardik bulan.
Untuk apa kau mematung disana, bila
segelintir saja yang mampu memandang
binar cahya dekat melekat serupa

wajah keibuan ibu.


06Jan10,rebo

Selasa, 12 Januari 2010

Cinta Mati di Puncak Gunung

: Soe Hok Gie


Bersetubuh ribuan bintang aku terlentang,
tantang dingin yang bikin beku,
terbalut kabut,
terpejam pada nikmat.

Mentari hanya hayalan, namun cinta siapa nyana.
Sama hangat sama membara sama pijarnya.

Bayangmu dekat dan kuat,
erat melekat ikati tubuh kita yang pekat merekat,
kudekap cinta yang tak pernah lepas

terlempar

terhempas

lalu kandas

dan
bersamaan dengan itu,

katakata yang kau tinggalkan disini
empat puluh tahunan lalu
tetap saja kucermati.

Entah mengapa,
kau hampiri mataku yang penuh rindu, sambil
sayup Joan Baez nyanyikan Donna Donna
ikut berputar bagai gasing dibelai lilit,
berdesing nyaring beriring.

Hendak kemana menujuku kini.

Ah, tetap saja.
Pilihanku bersamamu,
kala mati muda jadi kebahagiaan
menyepi berjanji misteri.

Pantaskah, Gie?

Kuharap di bawah sana
barisan duka bergegas usai.


5Jan10,slasa

Sebelum Berada di Dasar Mal


berapa harga sebatang gincu
pulas bibir biar indah menceracau
berapa harga sepetak bedak
pupur wajah biar itu sinar bikin muka tegak
berapa harga pakaian hendak kau beli
tertawa geli dalam tangan mendamba
damba decak kagum yang bayang
seratus ribu? duaratus? satu juta? dua? lebih?

semuamuanya

bagi tubuhmu
yang belum kaku
jadi batu
atau
abu


15Des09,slasa