Selasa, 25 Agustus 2009
Pada Ayah, Aku Mengerti
Kutahu. Seekor ranting jati cangkuli rasamu. Ribuan cahaya
hingga darah keluar dari dasar. Melarva
Lalu kau berontak mencari langit
sesaat. Kau temukan dalam kuntum mawar plastik
Kau pikir indahnya dari langit
Kira kau itu wangi dari langit
Kau pikir kira kau itulah langit
Dan. Ranting duri itu pula cangkuli asa. Mengikat lelahmu
hingga menjejal ruangmu, untuk bercinta pada bayangan kaktus
hingga juga kau bertanya menabik langit.
Dan. Temui kembali ranting jati, yang tlah lama beriku sari
Kau pikir derita maunya langit
Kira kau itu restu langit jadi jawaban
Kau pikir kira kau itulah langit
Kulihat. Jelitamu lepas satupersatu mengerucut
ranting jati masih cangkul habis dasar jinggamu jadi abu
Jawab lekas. Jika kuhabisi kuat dan kelam jati. Hingga musnah habis
akar getahnya. Dan kukatakan aku tak suka sarinya.
Akankah langit duduk disebelahmu. Untuk serukan kuatkuat
bahwa musim hijaumu akan segera subur
Dan. Kau tinggal segala hutan mengaum
Berjalan pada sebatang bambu bercahya petir bijak
sendiri. Bercengkerama dengan langit
tanpa ampun
Semarang – 2004
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar