Jumat, 19 Oktober 2012

Hari yang Patah Berjalan


Kepadamu, yang ingin sendiri. Tapi. Menolak kesepian.

Ada risau di hari anak. Kemana kau, batang tubuh yang lelap dan lenyap? Yang. Sempat membantuku dan Tuhan melancarkan ide gila dari sebuah kesepian? Lalu. Kita bersekutu masuk dan menggoda jalan lahir milikku. Kalian goncang-goncangkan, hingga aku kegelian. Tertawa-tawa kita, mencipta embrio.

Aku tak butuh Tuhan, hanya kau. Namun. Setelah hari kelahiran, kau ikut menjelma Tuhan. Meminta kami merasakanmu. Cukup. Lewat angin yang membelai rambut. Mendinginkan leher. Mengeringkan keringat dan airmata. Juga. Menerbangkan topi anak kita. Hilang.

Aku mencarinya setiap hari, kelabakan. Atas usulan rengekan deras dan keras. Terkadang. Memotong sumbu kesabaran. Terus. Mencekik leherku. Terus. Memukul dadaku. Sesak panjang di hari yang patah. Terus. Berjalan.

Perlu kau ketahui. Kuterapi diriku sendiri, agar aku menjaga jarak dengan kematian paksa. Agar kukuh. Bersetia membasuh ketenangan, di tubuh gadis kecil kita. Dan. Berupaya kucegah amarah kecewa sesah tumpang tindih. Atau. Setidaknya, api tak cepat menyambar benda-benda sekitarnya, lalu berkobar besar. Aku. Pilih menembak jiwaku dengan salju.

Kalian.Tuhan dan engkau. Mengapa bersekutu, mencintai kami? Hanya.

Dari kejauhan.


23Juli12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar