Sabtu, 18 Juni 2011

Rindu Tamasya

Rindu tamasya lahir dari benakmu, Ibu.
Akhir akhir ini, akhir akhir ini. Setelah sendi tulangsendu garang,
lukai jiwa rohmu yang berkobar kobar semangatnya itu.

Aku sempat jengah pada hobimu yang satu itu. Aku sudah bilang,
“Bolehlah kau berjalan ke seribu tempat mimpimimpi dunia,
tapi jangan pernah mampir ke negeri puisiku!”

Kau ngotot dan ingin kesanalah juga.
“Aku sekalian hendak mengantarkan langit dan bumi,
cucucucu perempuan yang berani berlari
dan lebih ngerti daripada kau, dimana itu letak negeri puisi…”

Maka, tamasyalah kau.
Senja hari, di hari senja.

Tapi negeri puisi ini bukan kayangan
yang buatmu segarbaru setelah mengunjunginya
disana adanya sendu hayalan.
Becek duri, dan hanya dapat dikunjungi bila Ibu sendirian.

Kau tahu, Ibu? Menelusuri jalannya sama dengan memerahperihkan
hati kita yang berserakan.
Oleh karenanya cucucucu perempuan kecintaan
takkan ikut tamasya, bersamamu.
Sebab seperti kau kata, mereka lebih ngerti daripada kau
dimana itu letak negeri puisi.


Rindu tamasya lahir dari benakmu, Ibu.
Selalu hadir di jalanjalan kenangan,
selalu tetap dalam angan angan
jika sehat nanti. Ya. Jika sehat nanti.
Tujuan utama Ibu sudah pasti. Sebuah negeri
negeri puisi perih, yang hendak Ibu bantu
bersihbereskan kembali
luka kenang luka kenangnya.



01:10/130611

Tidak ada komentar:

Posting Komentar